Apakah senyuman seorang Muslimah kepada lelaki yang bukan
mahram-nya sesuai dengan adab Islami? Kita simak bahasannya..
Senyuman Seorang Muslimah kepada laki-laki (sumber : http://palembang.tribunnews.com) |
Shiina Mashiro -Saudariku, senyuman adalah hal yang secara manusiawi disukai manusia,
apapun agamanya. Bahkan dalam Islam wajah yang penuh senyuman adalah
bentuk akhlak yang baik. Maka tersenyumnya seorang Muslimah kepada orang
lain pada asalnya adalah hal yang baik. Namun di sisi lain, Islam juga
mengajarkan adab-adab bergaul antara lelaki dan wanita, agar terjadi
keharmonisan dalam masyarakat Islam, dan mencegah terjadinya kerusakan
di dalamnya. Lalu, apakah senyuman seorang Muslimah kepada lelaki yang
bukan mahram-nya sesuai dengan adab Islami? Kita simak bahasannya..
Keutamaan wajah penuh senyuman
Saudariku, wajah yang penuh senyuman adalah akhlak Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam. Sahabat Jarir bin Abdillah Radhiallahu’anhu
berkisah:
مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ، وَلاَ رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي
“Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
tidak pernah menghindari aku jika aku ingin bertemu dengannya, dan tidak
pernah aku melihat beliau kecuali beliau tersenyum padaku” (HR. Bukhari, no.6089).
Beliau juga memerintahkan hal tersebut kepada ummatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
تبسمك في وجه أخيك لك صدقة
“Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah” (HR. Tirmidzi 1956, ia berkata: “Hasan gharib”. Di-shahih-kan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib)
Kata أخيك (saudaramu) disini berbentuk mufrad-mudhaf,
sebagaimana dalam ilmu Ushul Fiqih, ini menghasilkan makna umum.
Sehingga ini mencakup semua orang yang masih saudara, baik wanita atau
laki-laki, tua atau muda, mahram atau bukan mahram. Tentu maksudnya
saudara sesama Muslim. Oleh karena itu pada asalnya, hadits ini juga
menunjukkan bolehnya wanita muslimah tersenyum kepada lelaki yang bukan
mahram.
Boleh tersenyum asal aman dari fitnah
Tidak diragukan lagi bahwa wanita itu adalah fitnah bagi para lelaki.
Fitnah di sini artinya: cobaan, atau hal yang berpotensi menimbulkan
keburukan dalam agamanya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ما تركت بعدي فتنة أضر على الرجال من النساء
“tidaklah aku tinggalkan fitnah (cobaan) yang paling berat bagi laki-laki selain cobaan wanita” (HR. Al Bukhari 5069, Muslim 2740)
Dan wanita itu, bagaimana pun paras dan keadaan fisiknya, baik
tersenyum atau tidak, wanita akan memiliki daya tarik di mata lelaki.
Karena setan membantu menghiasi para wanita di mata lelaki sehingga
lelaki jatuh pada godaan setan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
المرأةُ عورةٌ ، فإذا خرَجَتْ اسْتَشْرَفَها الشيطانُ
“wanita adalah aurat, jika ia keluar, setan akan menghiasinya” (HR. At Tirmidzi, 1173, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
Dari sini, terkait dengan soal senyuman, para ulama memberi syarat bolehnya seorang Muslimah tersenyum pada lelaki. Yaitu, selama tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari, ketika menjelaskan judul dari Shahih Al Bukhari :
(باب تسليم الرجال على النساء والنساء على الرجال): والمراد بجوازه أن يكون عند أمن الفتنة
“(Bab ucapan salam seorang lelaki kepada wanita dan wanita kepada
lelaki), maksudnya kebolehannya dengan syarat selama aman dari fitnah”.
Syaikh Sulaiman Al Majid menjelaskan: “yang nampak bagi kami, tidak
ada pertentangan antara dua sisi pandang tersebut. Hukum asalnya boleh
bercengkrama dan tersenyum antara wanita dan lelaki, jika tidak
dikhawatirkan fitnah. Dan dalam hal itu hendaknya memperhatikan keadaan
si wanita dari sisi kencantikannya dan sisi usianya. Juga perlu
memperhatikan bagaimana penduduk setempat dan kebiasaannya. Karena
hal-hal ini memberi pengaruh yang besar. Disebagian negeri atau sebagian
lingkungan, jika ada wanita muda dan lelaki bercengkrama maka umumnya
akan menimbulkan keburukan, diantaranya terpikatnya hati antara
keduanya, sementara di negeri atau lingkungan yang lain tidak terjadi
demikian. Maka tergantung bagaimana adat penduduk setempat, maka
prakteknya sesuai dengan keadaan.
Dan jika di suatu tempat, orang yang tidak tersenyum (pada wanita)
dianggap sebagai orang yang arogan, maka tidak mengapa seorang lelaki
tersenyum kepada wanita, atau wanita kepada lelaki, selama aman dari
fitnah.
Dan berdasarkan hadits-hadits dan atsar mengenai bercengkramanya
lelaki dan wanita, ini menunjukkan adanya kelonggaran. Namun dengan
syarat selama aman dari fitnah dalam setiap keadaan” (dikutip dari http://www.salmajed.com/fatwa/findnum.php?arno=15814).
Namun perlu kami nasehatkan kepada saudari Muslimah sekalian, agar
tidak bermudah-mudah dalam hal ini, mengingat di zaman ini fitnah wanita
lebih dahsyat lagi bagi kaum lelaki. Maka hendaknya seorang Muslimah
benar-benar memperhatikan syarat “aman dari fitnah” dalam memberikan
senyuman kepada para lelaki.
Semoga Allah Jalla Jalaaluhu senantiasa menolong kita agar terhindar dari segala bentuk fitnah. Wallahul musta’an.
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.Or.Id
Artikel Muslimah.Or.Id