Miko dan Yumesa |
Dimulai dari pertemuan tak
sengaja, yang entah siapa yang memulainya pertama kali. Tatap muka yang tak
beralasan, pembicaraan yang tak kunjung habis, disana awal kertas mulai ditulis
tinta. Pertemuan tak sengaja yang hanya
sekedar berdilog tak bermakna, belum ada rasa simpatik muncul, layak nya
manusia yang hanya peduli pada dirinya sendiri dengan ke ego an masing-masing.
Bahkan diantara mereka tidak kenal sama sekali.
Diantara mereka tidak ada
sedikitpun komunikasi yang terlontarkan. Namun, hanya dijemabatani oleh
penentuan desain rompi Journey (Extrakurikuler mereka di bidang jurnalis),
terdengar simple, tetapi disitu pula lah komunikasi antar mereka terjalin.
Percakapan dimulai dari gadis cerewet yang bernama Yumesa kepada pria dingin
yang usianya 2 tahun lebih tua. (Tentulah..
namanya kakak, masak sama umurnya… hehhe)
Entah mengapa mereka harus
bertemu? Pertemuan mereka pun cukup membosankan, tapi jalan nya waktu
perlahan-lahan mengantarkan mereka pada suatu hubungan yang lebih dekat.
Hubungan mereka kini hanya sebatas Junior dan senior (sok jaim nya, adik kakak – masak kayak junior sama senior,,,)
Sudah menjadi hal yang biasa
antara kakak laki-laki dengan adik perempuan sering terjadi benturan satu sama
lain, benturan bukan membuat mereka harus mencari perbedaan satu sama lain. Melainkan
benturan mencari penyesuaian dalam meng-akrabkan diri satu sama lain. Kadang benturan tersebut, membuat
canggung untuk memulai pembicaraan. Membuat ragu untuk mengakui kesalahan
masing-masing. Seakan-akan di tertawakan, memang bodoh,,, tapi, mau gimana lagi
(harus pertahankan ego donk. J)
Jalan nya waktu, bisa memulai
pembicaraan yang sedikit membosankan, sampai pembicaraan yang entah apa yang
membuat tertarik untuk memberikan simpati satu sama lain. Simpatik bukan hal
yang harus di katakan, tapi juga bisa melalui tindakan yang berkebalikan. Sering putaran waktu,,, hubungan
kita bisa membaik dengan saudara/I kita. Hanya tinggal kita memulai pembicaraan
yang akan membuat kita terus bersamanya. Bagaimana kita mengenggam tangan
saudara/I kita. Mengenggam bukan harus berpegangan tangan. Bisa kita lakukan
dengan memberikan rasa perhatian lebih dari mempertahankan rasa ego yang kita
miliki.
Kadang rasa simpati, tidak harus
di sampaikan langsung. Bisa melalui hal konyol, dan tidak membuat saudara/I kita
tersakiti. Namun, kadang menangis bisa memper-erat hubungan kita dengan dia. Hanya
saja bagaimana kita pahami saudara/I kita. (hoooo….
Kaku amat ya!...)
Cukup sekian dulu ya… nantikan lanjutan cerita kami…..