vimeo.com
Al Qur'an mengisahkan kehidupan Nabi Musa AS dengan sangat jelas. Tatkala memaparkan perselisihan dengan Fir'aun dan urusannya dengan Bani Israil, Al Qur'an menyingkap berlimpah keterangan tentang Mesir kuno. Pentingnya banyak babak bersejarah ini hanya baru-baru ini menjadi perhatian para pakar dunia. (Rapi Amiko Martunus)
Ketika seseorang memperhatikan babak-babak bersejarah ini dengan
pertimbangan, seketika akan menjadi jelas bahwa Al Qur'an, dan sumber
pengetahuan yang dikandungnya, telah diwahyukan oleh Allah Yang Mahatahu
dikarenakan Al Qur'an bersesuaian langsung dengan seluruh penemuan
besar di bidang ilmu pengetahuan, sejarah dan kepurbakalaan di masa
kini.
Satu contoh pengetahuan ini dapat ditemukan dalam paparan Al Qur'an
tentang Haman: seorang pelaku yang namanya disebut di dalam Al Qur'an,
bersama dengan Fir'aun. Ia disebut di enam tempat berbeda dalam Al
Qur'an, di mana Al Qur'an memberitahu kita bahwa ia adalah salah satu
dari sekutu terdekat Fir'aun.
Anehnya, nama “Haman” tidak pernah disebutkan dalam bagian-bagian
Taurat yang berkaitan dengan kehidupan Nabi Musa AS. Tetapi, penyebutan
Haman dapat ditemukan di bab-bab terakhir Perjanjian Lama sebagai
pembantu raja Babilonia yang melakukan banyak kekejaman terhadap Bani
Israil kira-kira 1.100 tahun setelah Nabi Musa AS.
Al Qur'an, yang jauh lebih bersesuaian dengan penemuan-penemuan kepurbakalaan masa kini, benar-benar memuat kata “Haman” yang merujuk pada masa hidup Nabi Musa AS.
Al Qur'an, yang jauh lebih bersesuaian dengan penemuan-penemuan kepurbakalaan masa kini, benar-benar memuat kata “Haman” yang merujuk pada masa hidup Nabi Musa AS.
Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan terhadap Kitab Suci Islam oleh
sejumlah kalangan di luar Muslim terbantahkan tatkala naskah hiroglif
dipecahkan, sekitar 200 tahun silam, dan nama “Haman” ditemukan di
naskah-naskah kuno itu. Hingga abad ke-18, tulisan dan prasasti Mesir
kuno tidak dapat dipahami.
Bahasa Mesir kuno tersusun atas lambang-lambang dan bukan
kata-kata, yakni berupa hiroglifik. Gambar-gambar ini, yang memaparkan
kisah dan membukukan catatan peristiwa-peristiwa penting sebagaimana
kegunaan kata di zaman modern, biasanya diukir pada batu dan banyak
contoh masih terawetkan berabad-abad. Dengan tersebarnya agama Nasrani
dan pengaruh budaya lainnya di abad ke-2 dan ke-3, Mesir meninggalkan
kepercayaan kunonya beserta tulisan hiroglif yang berkaitan erat dengan
tatanan kepercayaan yang kini telah mati itu.
Contoh terakhir penggunaan tulisan hiroglif yang diketahui adalah
sebuah prasasti dari tahun 394. Bahasa gambar dan lambang telah
terlupakan, menyisakan tak seorang pun yang dapat membaca dan
memahaminya. Sudah tentu hal ini menjadikan pengkajian sejarah dan
kepurbakalaan nyaris mustahil. Keadaan ini tidak berubah hingga sekitar 2
abad silam.
Pada tahun 1799, kegembiraan besar terjadi di kalangan sejarawan
dan pakar lainnya, rahasia hiroglif Mesir kuno terpecahkan melalui
penemuan sebuah prasasti yang disebut “Batu Rosetta.” Penemuan
mengejutkan ini berasal dari tahun 196 SM. Nilai penting prasasti ini
adalah ditulisnya prasasti tersebut dalam tiga bentuk tulisan: hiroglif,
demotik (bentuk sederhana tulisan tangan bersambung Mesir kuno) dan
Yunani. Dengan bantuan naskah Yunani, tulisan Mesir kuno diterjemahkan.
Penerjemahan prasasti ini diselesaikan oleh orang Prancis bernama
Jean-Françoise Champollion. Dengan demikian, sebuah bahasa yang telah
terlupakan dan aneka peristiwa yang dikisahkannya terungkap. Dengan cara
ini, banyak pengetahuan tentang peradaban, agama dan kehidupan
masyarakat Mesir kuno menjadi tersedia bagi umat manusia dan hal ini
membuka jalan kepada pengetahuan yang lebih banyak tentang babak penting
dalam sejarah umat manusia ini.
Melalui penerjemahan hiroglif, sebuah pengetahuan penting
tersingkap: nama “Haman” benar-benar disebut dalam prasasti-prasasti
Mesir. Nama ini tercantum pada sebuah tugu di Museum Hof di Wina.
Tulisan yang sama ini juga menyebutkan hubungan dekat antara Haman dan
Fir'aun. 1
Dalam kamus People in the New Kingdom , yang disusun berdasarkan
keseluruhan kumpulan prasasti tersebut, Haman disebut sebagai “pemimpin
para pekerja batu pahat”. 2
Temuan ini mengungkap kebenaran sangat penting: Berbeda dengan
pernyataan keliru para penentang Al Qur'an, Haman adalah seseorang yang
hidup di Mesir pada zaman Nabi Musa AS. Ia dekat dengan Fir'aun dan
terlibat dalam pekerjaan membuat bangunan, persis sebagaimana dipaparkan
dalam Al Qur'an.
Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta". (QS. Al Qashas, 28:38)
Ayat dalam Al Qur'an tersebut yang mengisahkan peristiwa di mana
Fir'aun meminta Haman mendirikan menara bersesuaian sempurna dengan
penemuan purbakala ini. Melalui penemuan luar biasa ini,
sanggahan-sanggahan tak beralasan dari para penentang Al Qur'an terbukti
keliru dan tidak bernilai intelektual.(Rapi Amiko Martunus)
Secara menakjubkan, Al Qur'an menyampaikan kepada kita pengetahuan
sejarah yang tak mungkin dimiliki atau diketahui di masa Nabi Muhammad
SAW. Hiroglif tidak mampu dipecahkan hingga akhir tahun 1700-an sehingga
pengetahuan tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya di masa itu
dari sumber-sumber Mesir. Ketika nama “Haman” ditemukan dalam
prasasti-prasasti kuno tersebut, ini menjadi bukti lagi bagi kebenaran
mutlak Firman Allah. (harunyahya)